Jumat, 04 Juni 2010

emergency 32/10 eps.4

"alhamdulillah..." seru Desi sambil menghela nafas lega setelah pasien terakhirnya pulang. ternyata mengurus pasien yang masih di bawah umur itu susah-susah senang-susah ya... (banyakan susahnya dong?..hehehe). sudah pukul empat lebih duapuluh sore dan Desi belum sholat ashar. Ia pun bergegas membereskan semua peralatan kliniknya, merapikan medical record dan informed consent pasien-pasiennya hari itu, kemudian meninggalkan ruangan kliniknya yang memang sudah sepi dan hanya tinggal Desi dengan dua orang rekan kliniknya yang berbeda angkatan semasa kuliah pre-klinik dulunya. "duluan kang, teh.." sapa Desi ramah pada dua orang rekan kliniknya yang masih merapikan alat-alatnya itu sembari tersenyum pada mereka. Yang disapa akang membalas dengan anggukan dan senyum ramah sementara yang disapa teteh sepertinya masih mencari-cari sesuatu di bawah dental chairnya sehingga hanya bisa menanggapi dengan berkata "iya.. hati-hati di jalan ya Des..".


Desi segera keluar dari ruangan instalasi tersebut menuju masjid rumah sakit yang jaraknya hanya dua menit jalan kaki dari ruangan tempat Desi praktek. setelah mencapai teras masjid yang berkapasitas lima puluh orang tersebut, Desi segera melepas sepatu pantofelnya dan melangkahkan kakinya memasuki aura sejuk lantai masjid yang berdiri sejak awal rumah sakit itu berdiri sekitar 25 tahun setelah kemerdekaan Indonesia. Desi memasuki ruangan sholat akhwat di lantai atas dan menyandarkan tasnya di tembok masjid, melepas kaos kakinya dan segera berwudhu di tempat wudhu akhwat yang juga ada di lantai atas.

Beberapa belas menit kemudian, Desi sudah selesai melaksanakan kewajibannya di waktu ashar tersebut. Desi menilik keluar jendela dan ternyata di luar sedang hujan lumayan deras. Desi merapikan peralatan sholatnya ke dalam sebuah tas kecil yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi, lalu mulai duduk santai di pojok tembok masjid yang hanya tinggal ditempati oleh beberapa mahasiswi co-ass yang juga sama-sama terjebak hujan di dalam masjid anggun itu. Desi mulai mengeluarkan HPnya dan membuka situs jejaring sosial miliknya. Hmm.. ternyata ada yang menarik perhatiannya di status terbaru milik salah seorang temannya.


Amin "Saya Rindu Rintik Hujan..... http://www.amin.blogspot.com"


"pas banget nih sama cuaca hari ini..hehehe" kata Desi pada dirinya sendiri. Desi meng-klik situs di status tersebut untuk melihat apa yang sedang ditulis teman diskusinya itu...

Desi membaca sebuah puisi yang sepertinya ditujukan untuk seorang wanita. wanita yang sangat berharga setelah ibunya Amin, tentunya, dan wanita itu bukan Desi. Desi tersenyum penuh makna membaca puisi tersebut dan mulai berkhayal "ada ga, ya, lelaki yang mau mencintaiku seperti itu?". lalu Desi tersenyum-senyum sendiri dan menghapus khayalannya itu. "belum saatnya, Des... cepat atau lambat dia pasti datang, jangan ditagih tapi dicari" begitu isi pikiran Desi di balik senyum-senyum simpulnya. Desi pun kembali ke situs jejaring sosialnya, seketika itu juga ia melihat ada sebuah notes yang berjudul "Aku Rindu Senja..." yang ditulis oleh teman baiknya yang sama-sama sedang menjalani masa pendidikan profesi di rumah sakit yang sama tapi profesi yang berbeda. Desi segera menuliskan komentar di notes milik temannya itu, "cie, April.. lagi kangen sama siapa nih? hehehehe". Desi jadi berpikir, apa jangan-jangan puisinya Amin ini buat April dan puisinya April ini buat Amin? ah nggak,nggak, mereka kan sepupuan.. mikir apa sih gue? hehehe. Desi membaca puisi karya April itu... "ceritanya seperti ceritaku dengan Kirana, sahabat lamaku. Sahabat yang sudah entah dimana dan bagaimana kabarnya. Kirana.. apa kamu masih kamu yang dulu selalu mau berbagi kejujuran, kelelahan dan waktu denganku?". Tanpa Desi sadari, kombinasi bunyi hujan, puisi karya Amin dan puisi karya April sudah membawanya ke suatu suasana hati yang cukup sentimentil. Desi menjadi sangat mood untuk memutar lagu sebuah band terkenal berjudul "hujan" dari mp3 di HPnya yang berlapis casing berwarna ungu kebiruan. sambil mendengarkan mp3 dengan earphone yang hanya dipasang di sebelah kiri telinganya dan telinga kanannya meresapi bunyi hujan, Desi mulai membuka buku agendanya dan menuliskan isi perasaannya saat itu.


Saya Rindu Suara Kodok di Sore Hari

Ketika ada hujan di sore hari

Diiringi suara kodok yang bersahut-sahutan

Saya selalu ingat pada masa di mana saya masih polos tanpa dosa

Saat ayah saya baru memulai karir

Saat almarhumah ibu saya masih belum bekerja

Saat rumah saya masih polos tanpa cat tembok

Saat masih ada serumpun bamboo tempat saya berpetak umpet dengan para tetangga yang kini sudah merantau mencari nasibnya masing-masing

Saat pagar rumah saya baru berbentuk tanaman perdu yang bebas dilewati anak balita yang senang berkejar-kejaran bersama teman-teman sebayanya

Saat saya masih tak kuat mengangkat gula pasir 3 kg yang diminta ibu saya untuk belikan di warung di pojok blok yang sekarang sudah menjadi rumah mewah

Saat saya masih merasa kesepian karena saya masih menjadi anak satu-satunya

Saat saya baru belajar sholat dan mengaji

Juga saat saya baru belajar naik sepeda

Saya rindu masa-masa penuh kesederhanaan itu

Saya rindu masa-masa penuh kebesaran hati keluarga kami itu

Saya rindu masa lalu yang penuh kepolosan itu

Saya rindu kedamaian yang ada di sana

Sumedang, Juni 2010




Desi tersenyum setelah menulis sajak terbarunya itu. ia tutup lagi buku agenda berwarna indigo dengan motif polkadot cokelat yang menjadi pelampiasan isi pikirannya selama ini. waktu di jam dinding masjid sudah menunjukkan pukul 17.30. Sudah cukup sore dan Desi harus segera pulang untuk menyiapkan dirinya lagi bekerja di klinik esok hari. Wajahnya sedatar biasanya dan senyum tipis menyungging tiap ia berpapasan dengan orang lain sepanjang jalan. Tapi tak ada yang tahu betapa isi pikirannya selalu bergejolak tentang berbagai sisi hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar