cerita-cerita simpel dari seorang dentist wannabe yang punya banyak cita-cita
Rabu, 16 Juni 2010
emergency 32/10 (eps.5)
"tuut..tuut..tuut.."
"sudah enam kali deringan tapi belum diangkat, Nia kenapa ya?" tanya Ai pada dirinya sendiri di dalam hati.
"tuut.."
"Assalamu'alaikum" sapa suara di seberang sana
"Waalaikumsalam... lagi apa nih bu? kayanya sibuk ya? hehehehehehe" tanya Ai dengan nada gembira karena akhirnya telponnya diangkat juga oleh teman kompaknya itu.
"eeehhh.. si ibu negara.. nggak sibuk juga sih bu. tadi HP lagi ketinggalan aja di kamar, guenya lagi di bawah ngobrol sama anak-anak kosan. hehehehehe. ade ape,bu?"
"yaelaaahhh... bu, buat apa punya HP kaga pernah dibawa? hahahahahaha"
"hahahahahahahaha...."
"bu, gue mau curhat.."
"curhat apa, neng? lw lagi kenapa tiba-tiba nelpon gw cuma buat curhat?"
"ya gitu deh, Ni.. masalah politik kampus. eh tapi lu lagi sibuk ga nih?"
"nggak ko.. curhat aja, gue lagi ga ngapa-ngapain nih"
"jadi gini, Ni.. gue tuh kepikiran banget akhir-akhir ini sama clash di depsos sama deplu. lu tau kan gue ngisiin siapa aja ke dua departemen itu?"
"hmm.. oke2. masalah politik internal yang diinfeksi organisasi eksternal lagi ya maksudnya?"
"iyaaa... bener bangeeetttt... gue kesel, Ni. gue tau anak-anak depsos didominasi anak-anak organisasi islam itu dan deplu didominasi anak-anak organisasi nasionalis itu kan. nah, hari ini udah genap lima bulan kita jalan bareng semuanya. semua departemen lain selalu oke, gue pun selalu bisa jadi pihak netral dan gue emang netral karena gue emang ga ikut organisasi eksternal apapun, kan. tapi dua departemen ini bener-bener ga bisa nyatu. padahal ini kan udah di BEM Universitas... kenapa sih mereka ga bisa lepasin segala atribut keorganisasian eksternalnya untuk sejenak berjuang untuk rakyat dengan nama institut kita ini? kenapa sih mereka lebih cinta nama organisasi eksternalnya daripada almamater kita ini? gue tadi sampe ga bisa nahan emosi lagi, Ni.."
Selasa, 08 Juni 2010
Langkah Kecilku untuk Indonesia
Mila, itu nama sapaan saya di kalangan teman-teman kampus saya. Dengan keyakinan bahwa saya memiliki pilihan yang tepat karena Allah untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, akhirnya saya resmi menjadi mahasiswa di institusi yang saya cita-citakan tersebut di bulan Agustus tahun 2007.
Begitulah, sampai akhirnya pada tahun 2008 saya mengenal suatu organisasi kemahasiswaan eksternal kampus yang bernama Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia (JMKI). Organisasi yang berbentuk afiliasi ini adalah gabungan dari lima program studi di universitas-universitas seluruh Indonesia, yaitu Kedokteran Umum, Kedokteran Gigi, Keperawatan, Farmasi, dan Kesehatan Masyarakat. Pertama kali saya terlibat di organisasi yang mengikutkan lima program studi ini adalah sebagai seksi kaderisasi di komisariat FKG Unpad periode 2008/2009. Dengan mengemban visi JMKI yaitu “meningkatkan derajat kesehatan Indonesia setinggi-tingginya”, saya senantiasa aktif berkecimpung dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh JMKI baik di tingkat komisariat, wilayah dan nasional. Seiring waktu dan kegiatan-kegiatan yang saya lalui di JMKI, saya semakin merasa lekat dengan organisasi ini. Terhitung mulai dari acara- acara komisariat seperti rapat kerja, rapat pleno pengurus komisariat, pembekalan pendelegasian, sampai rapat sertifikasi. Kemudian di tingkat wilayah, saya sudah pernah mengalami pendelegasian di acara aksi “World’s No Tobacco Day” JMKI untuk mengadvokasi pembuatan perda anti rokok di kota Bandung di mana aksi ini sudah dilakukan sejak tahun 2005 namun belum juga membuahkan hasil yang berarti, kepanitiaan acara Festival Kesehatan JMKI WP yang berisi empat program kerja JMKI wilayah Priangan sekaligus (Latihan Keterampilan Manajerial Mahasiswa/LKMM tingkat wilayah, Pertandingan Futsal antar institusi anggota JMKI wilayah Priangan, Pengabdian Kepada Masyarakat berupa pelayanan cuma-cuma dalam bentuk pengobatan umum, pengobatan gigi, penyuluhan umum dan penyuluhan makanan sehat, dan Seminar tentang kanker kulit beserta cek kulit gratis) di mana saya bertugas sebagai bendahara. Dalam acara LKMM tingkat wilayah tersebut, saya juga didelegasikan sebagai peserta dan alhamdulillah saya mendapatkan predikat “sangat baik” di sertifikat acara tersebut. Tak lupa juga pendelegasian saya di acara Musyawarah Wilayah/ Muswil VI JMKI wilayah Priangan sebagai perwakilan komisariat.
Selepas dari Musyawarah ini, saya ditunjuk oleh keluarga mahasiswa (KEMA) FKG Unpad sebagai koordinator komisariat atau biasa disebut komsat untuk JMKI di FKG Unpad. Melalui tanggung jawab saya inilah, saya bersama teman-teman staf ahli yang saya percaya, membuat program-program kerja yang lebih cenderung ke arah pengabdian kepada masyarakat dan pemeliharaan hubungan baik dengan IOMS (Ikatan Oragnisasi Mahasiswa Sejenis). Beberapa di antaranya adalah penggalangan dana untuk setiap kejadian bencana alam yang dilaksanakan insidental, penggalangan dana untuk operasi bibir sumbing, forum diskusi dan bulletin cetak untuk kritisi masalah-masalah kesehatan terbaru, dan serangkaian acara pengabdian kepada masyarakat di mana ada penyuluhan tentang makanan sehat dan pentingnya minum susu.
Selain itu, saya juga aktif di KEMA FKG Unpad sebagai anggota komisi IV Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Saya pernah menjadi panitia PPM’08 (Pengabdian Pada Masyarakat tahun 2008) KEMA FKG Unpad sebagai seksi logistik medis yang mana acara tersebut adalah pemberian bantuan pengobatan dan pemberian obat gratis di desa terpencil yang berbeda tiap tahunnya namun masih satu provinsi, di Jawa Barat. Selaku mahasiswa yang berkuliah di jurusan kesehatan, acara seperti ini merupakan suatu langkah nyata yang amat penting untuk menunjukkan peran saya di masyarakat.
Seperti kebanyakan mahasiswa yang peduli pada negaranya, saya pun punya sebuah target untuk Indonesia di masa yang akan datang. Saya terkadang membayangkan bahwa di suatu hari nanti Indonesia akan bebas dari masalah gizi dan kesehatan. Bukan dalam artian tidak ada satupun manusia Indonesia yang terjangkit penyakit, karena itu memang tidak mungkin bahkan di negara paling sehat sekalipun dan memang manusia adalah makhluk yang sudah pasti punya kelemahan dan pernah lemah. Yang saya maksud di sini adalah tentang ketersediaan gizi yang memadai dan minim resiko, juga ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat baik secara financial maupun jarak, dan tak lupa adanya peraturan-peraturan resmi dari pemerintah yang tepat guna mengenai kesehatan.
Berangkat dari visi inilah, saya kemudian sangat tertarik untuk aktif di JMKI. Karena ternyata JMKI pun memiliki visi yang menyentuh visi saya tersebut, yaitu meningkatkan derajat kesehatan Indonesia setinggi-tingginya. Langkah konkrit saya sampai saat ini baru berupa program kerja saya sebagai komsat JMKI untuk FKG Unpad yang tadi sempat saya sebutkan. Selain itu, saya juga masih aktif berkecimpung ketika ada aksi-aksi di hari-hari peringatan kesehatan yang mengadvokasi masalah kesehatan tertentu (contohnya pada aksi World’s No Tobacco Day untuk mengadvokasi peraturan daerah anti rokok). Memang tidak bisa dibilang besar untuk Indonesia, tapi harapan besar saya akan terwujudnya visi saya ini selalu mengikuti di tiap aktivitas konkrit tersebut. Dan saya juga selalu berharap, dari langkah-langkah dan kesempatan-kesempatan kecil inilah saya bisa melakukan atau setidaknya menumpuk pengalaman untuk suatu langkah konkrit yang lebih besar di waktu-waktu berikutnya yang memang bisa membawa suatu perubahan signifikan yang lebih baik untuk dunia kesehatan Indonesia.
Mengambil kata-kata seorang da’i terkenal Indonesia, “mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, mulai dari saat ini”, saya pun ingin melakukan hal konkrit dari lingkungan saya dulu. Yaitu, tempat tinggal saya, terutama tempat tinggal saya saat menjadi mahasiswa sekarang ini yaitu di Bandung. Mengapa Bandung dan bukan Tangerang? Karena bagi saya, Bandung masih lebih butuh perubahan daripada Tangerang. Saya sama cintanya bagi kedua tempat ini dan kedua kota ini sama bermasalahnya di bidang kesehatan. Namun, Tangerang punya potensi untuk maju lebih pesat daripada Bandung karena lokasinya yang bertetangga dengan ibukota Jakarta, yang juga memang sangat influentif pada Tangerang, dan pribadi para penduduknya yang lebih punya kemauan untuk berubah, dengan sumber daya manusia yang lebih banyak.
Menyikapi keadaan Bandung sekarang, di mana pemerintah daerah tidak terlalu terlihat geraknya di masalah kesehatan, saya ingin sekali mengusulkan adanya perda tentang larangan merokok di tempat umum. Jujur saja, saya agak sedih melihat perhatian pemerintah kota bandung yang sepertinya lebih mengutamakan bidang seni pada langkah konkritnya, sehingga yang terlihat, estetika kota lebih dipentingkan daripada bidang kesehatan. Seperti pada pembuatan tugu-tugu terbaru kota Bandung yang ternyata lebih dahulu bisa rampung daripada peraturan daerah tentang rokok. Keinginan saya, seandainya perda ini disetujui nantinya, sebaiknya tak hanya berupa suatu peraturan nihil saja di mana pelanggarannya tetap bisa terjadi di manapun. Kalau tidak dianggap ekstrim, saya pikir ada bagusnya juga setiap orang yang mau merokok memiliki sirat izin merokok seperti SIM pada pengendara kendaraan bermotor.
Ide kedua saya yang ingin saya wujudkan di Bandung, masih dalam bidang kesehatan, adalah adanya pengawasan ketat dari pemerintah untuk jajanan sehat bagi anak-anak usia sekolah. Menurut saya, ini sangat penting mengingat karena keterhimpitan ekonomi seringkali banyak pedagang “nakal” yang menjual jajanan tak sehat bagi anak-anak tersebut. Mulai dari pewarna tekstil pada jajanan, susu fermentasi palsu, hingga roti kadaluarsa. Efeknya bisa berupa “sekedar” sakit perut atau alergi hingga keracunan akut atau bahkan kerusakan otak, kerusakan liver, dan kanker. Ini sangat memprihatinkan mengingat system kekebalan tubuh anak-anak belumlah sempurna dan efek apapun dari makanan mereka akan bisa sangat berpengaruh bagi kelanjutan fisiologis tubuh mereka. Apalagi, mereka adalah generasi penerus bangsa. Jika kualitas hidup mereka berkurang, betapa kasihannya nasib bangsa dan derajat kesehatan Indonesia ke depannya nanti.
Begitulah selintas tentang serangkaian langkah-langkah kecilku untuk Indonesia. Tentunya langkah-langkah tersebut tidak akan berhenti hanya di sini. Masih banyak kontribusi yang harus saya lakukan ke depannya untuk meningkatkan derajat kesehatan Indonesia. Ide-ide saya yang belum terealisasi pun masih menunggu tindak konkrit realisasinya. Selain itu, masih menunggu pula hal-hal besar lainnya di bidang kesehatan untuk dilaksanakan. Jalan kontribusi saya masih jauh di depan. Dengan keyakinan bahwa Allah bersama saya, saya yakin setiap niat baik, ikhtiar dan doa saya tidak akan pernah jadi percuma. Seperti sebagaimana orang-orang yang punya impian, saya pun punya harapan visi saya ini akan terwujud di Indonesia suatu hari nanti, Insya Allah!
disampaikan dalam bentuk essay ke Forum Indonesia Muda angatan VII dan membawa saya lulus seleksi untuk mengikuti forum tersebut.
Jumat, 04 Juni 2010
emergency 32/10 eps.4
"alhamdulillah..." seru Desi sambil menghela nafas lega setelah pasien terakhirnya pulang. ternyata mengurus pasien yang masih di bawah umur itu susah-susah senang-susah ya... (banyakan susahnya dong?..hehehe). sudah pukul empat lebih duapuluh sore dan Desi belum sholat ashar. Ia pun bergegas membereskan semua peralatan kliniknya, merapikan medical record dan informed consent pasien-pasiennya hari itu, kemudian meninggalkan ruangan kliniknya yang memang sudah sepi dan hanya tinggal Desi dengan dua orang rekan kliniknya yang berbeda angkatan semasa kuliah pre-klinik dulunya. "duluan kang, teh.." sapa Desi ramah pada dua orang rekan kliniknya yang masih merapikan alat-alatnya itu sembari tersenyum pada mereka. Yang disapa akang membalas dengan anggukan dan senyum ramah sementara yang disapa teteh sepertinya masih mencari-cari sesuatu di bawah dental chairnya sehingga hanya bisa menanggapi dengan berkata "iya.. hati-hati di jalan ya Des..".
Desi segera keluar dari ruangan instalasi tersebut menuju masjid rumah sakit yang jaraknya hanya dua menit jalan kaki dari ruangan tempat Desi praktek. setelah mencapai teras masjid yang berkapasitas lima puluh orang tersebut, Desi segera melepas sepatu pantofelnya dan melangkahkan kakinya memasuki aura sejuk lantai masjid yang berdiri sejak awal rumah sakit itu berdiri sekitar 25 tahun setelah kemerdekaan Indonesia. Desi memasuki ruangan sholat akhwat di lantai atas dan menyandarkan tasnya di tembok masjid, melepas kaos kakinya dan segera berwudhu di tempat wudhu akhwat yang juga ada di lantai atas.
Beberapa belas menit kemudian, Desi sudah selesai melaksanakan kewajibannya di waktu ashar tersebut. Desi menilik keluar jendela dan ternyata di luar sedang hujan lumayan deras. Desi merapikan peralatan sholatnya ke dalam sebuah tas kecil yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi, lalu mulai duduk santai di pojok tembok masjid yang hanya tinggal ditempati oleh beberapa mahasiswi co-ass yang juga sama-sama terjebak hujan di dalam masjid anggun itu. Desi mulai mengeluarkan HPnya dan membuka situs jejaring sosial miliknya. Hmm.. ternyata ada yang menarik perhatiannya di status terbaru milik salah seorang temannya.
Amin "Saya Rindu Rintik Hujan..... http://www.amin.blogspot.com"
"pas banget nih sama cuaca hari ini..hehehe" kata Desi pada dirinya sendiri. Desi meng-klik situs di status tersebut untuk melihat apa yang sedang ditulis teman diskusinya itu...
Desi membaca sebuah puisi yang sepertinya ditujukan untuk seorang wanita. wanita yang sangat berharga setelah ibunya Amin, tentunya, dan wanita itu bukan Desi. Desi tersenyum penuh makna membaca puisi tersebut dan mulai berkhayal "ada ga, ya, lelaki yang mau mencintaiku seperti itu?". lalu Desi tersenyum-senyum sendiri dan menghapus khayalannya itu. "belum saatnya, Des... cepat atau lambat dia pasti datang, jangan ditagih tapi dicari" begitu isi pikiran Desi di balik senyum-senyum simpulnya. Desi pun kembali ke situs jejaring sosialnya, seketika itu juga ia melihat ada sebuah notes yang berjudul "Aku Rindu Senja..." yang ditulis oleh teman baiknya yang sama-sama sedang menjalani masa pendidikan profesi di rumah sakit yang sama tapi profesi yang berbeda. Desi segera menuliskan komentar di notes milik temannya itu, "cie, April.. lagi kangen sama siapa nih? hehehehe". Desi jadi berpikir, apa jangan-jangan puisinya Amin ini buat April dan puisinya April ini buat Amin? ah nggak,nggak, mereka kan sepupuan.. mikir apa sih gue? hehehe. Desi membaca puisi karya April itu... "ceritanya seperti ceritaku dengan Kirana, sahabat lamaku. Sahabat yang sudah entah dimana dan bagaimana kabarnya. Kirana.. apa kamu masih kamu yang dulu selalu mau berbagi kejujuran, kelelahan dan waktu denganku?". Tanpa Desi sadari, kombinasi bunyi hujan, puisi karya Amin dan puisi karya April sudah membawanya ke suatu suasana hati yang cukup sentimentil. Desi menjadi sangat mood untuk memutar lagu sebuah band terkenal berjudul "hujan" dari mp3 di HPnya yang berlapis casing berwarna ungu kebiruan. sambil mendengarkan mp3 dengan earphone yang hanya dipasang di sebelah kiri telinganya dan telinga kanannya meresapi bunyi hujan, Desi mulai membuka buku agendanya dan menuliskan isi perasaannya saat itu.
Saya Rindu Suara Kodok di Sore Hari
Ketika ada hujan di sore hari
Diiringi suara kodok yang bersahut-sahutan
Saya selalu ingat pada masa di mana saya masih polos tanpa dosa
Saat ayah saya baru memulai karir
Saat almarhumah ibu saya masih belum bekerja
Saat rumah saya masih polos tanpa cat tembok
Saat masih ada serumpun bamboo tempat saya berpetak umpet dengan para tetangga yang kini sudah merantau mencari nasibnya masing-masing
Saat pagar rumah saya baru berbentuk tanaman perdu yang bebas dilewati anak balita yang senang berkejar-kejaran bersama teman-teman sebayanya
Saat saya masih tak kuat mengangkat gula pasir 3 kg yang diminta ibu saya untuk belikan di warung di pojok blok yang sekarang sudah menjadi rumah mewah
Saat saya masih merasa kesepian karena saya masih menjadi anak satu-satunya
Saat saya baru belajar sholat dan mengaji
Juga saat saya baru belajar naik sepeda
Saya rindu masa-masa penuh kesederhanaan itu
Saya rindu masa-masa penuh kebesaran hati keluarga kami itu
Saya rindu masa lalu yang penuh kepolosan itu
Saya rindu kedamaian yang ada di sana
Sumedang, Juni 2010
Desi tersenyum setelah menulis sajak terbarunya itu. ia tutup lagi buku agenda berwarna indigo dengan motif polkadot cokelat yang menjadi pelampiasan isi pikirannya selama ini. waktu di jam dinding masjid sudah menunjukkan pukul 17.30. Sudah cukup sore dan Desi harus segera pulang untuk menyiapkan dirinya lagi bekerja di klinik esok hari. Wajahnya sedatar biasanya dan senyum tipis menyungging tiap ia berpapasan dengan orang lain sepanjang jalan. Tapi tak ada yang tahu betapa isi pikirannya selalu bergejolak tentang berbagai sisi hidupnya.