pagi itu aku duduk untuk pertama kalinya di ruangan spesialis patologi mulut Rumah Sakit Kesehatan Mulut Sumedang (RSKM) sebagai seorang patolog oral. "i hope this day would be great in some ways which are made easy by 4w1", itu doaku ketika aku menaruh tasku dan mulai membereskan arsip2 yang ditumpukkan di mejaku sebagai tanda aku resmi dipercaya untuk menganalisis berbagai penyakit dari berbagai pasien rumah sakit ini. di ruangan bercat putih bersih dan berukuran sekitar 15x25 m2 itu, ada 3 meja lain yang menemaniku bekerja serta 1 laboratorium patologi berukuran 15x20 m2 yang tersekat dinding tebal dari ruangan tempat keempat kursi patolog oral berada. sementara, di ruangan tersisa yang berukuran 15x5 m2, terletak empat buah meja kerja yang disekat papan-papan berwarna abu-abu dan menciptakan suatu ruangan semu antara meja2 kami dan tersisa sebuah lorong di depan masing2 ruangan untuk tempat berjalan ke arah laboratorium patologi kami. mulai dari ruanganku yang paling dekat dengan pintu keluar, lalu ruangan drg. Hendrik di sampingku, kemudian ruangan drg. Nisa, lalu yang paling dekat dengan lab adalah ruangan drg. Tora yang paling senior di antara kami semua. sambil membereskan semuanya dan mulai memilah-milah prioritas pekerjaanku, aku mem-flashback apa saja yang sudah kualami selama ini untuk menjadi patolog oral seperti sekarang. aku masih ingat saat-saat di mana aku pertama kali menulis pilihanku di lembar tes masuk perguruan tinggi negeri, aku memilih berkuliah di jurusan kedokteran gigi Institut Ilmu Kesehatan Klinik Indonesia yang terletak di Sumedang. semua temanku selalu mengira alasanku berkuliah di tempat itu hanya karena motivasi finansial dan prestis. tapi sebenarnya tidak.. aku berani menuliskan pilihanku tersebut karena aku bisa dibilang trauma pada keadaan lingkunganku pada saat kecil. begitu banyak penyakit yang hinggap di mulut tetangga-tetanggaku yang kebanyakan tentara. mulai dari anak-anak yang mempunyai koplik's spot karena campak, para remaja yang mengidap herpes labialis, sampai acute necrotizing ulcerative gingivitis yang menyerang para veterannya. belum lagi berbagai macam carcinoma, penyakit lidah, resesi gusi, dan berbagai macam penyakit mulut lainnya yang cukup bisa membuat seorang anak usia 7 tahun bisa membayangkan itu semua seumur hidupnya. yah, memang lingkungan tempat tinggalku waktu itu sangat rawan penyakit mulut. apalagi lokasinya dekat dengan lokalisasi PSK dan pembuangan limbah pabrik. ini belum memnghitung faktor predisposisi kurangnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kesehatan mulut. mau bagaimana lagi? kami sekeluarga memang harus mengerti pekerjaan ayah yang tentara dan dengan setia mengikuti di mana ayah harus tinggal.
"greekk...!" tiba2 ada yang membuka pintu ruang kerjaku dengan keras dan lamunanku terhenti seketika. seorang wanita seumuran denganku dengan berjas putih dan memakai id card dokter spesialis patologi klinik bertanya padaku dengan panik
"dokter tora dimana?" tanyanya dengan singkat.
"sepertinya ada di ruangan administrasi, dok.. sedang membantu urusan administrasi data pasien yang kemarin salah distribusi" jawabku.
"oke, saya saja yang cari ke sana. kalau dokter tora sudah datang waktu saya sedang mencari beliau, tolong beritahu bahwa saya mencari ya. ada masalah dengan diagnosis klinik pasien yang akan menjalani bedah mulut untuk squamous cell carinoma pukul 13.00 nanti"
aku melirik jam tanganku.. itu berarti 4,5 jam lagi...
"oh, iya, nanti akan saya sampaikan, dok. maaf, nama dokter siapa?"
"oh iya, saya lupa.. maaf ya, saking paniknya saya jadi lupa bersopan santun begini. nama saya Greta, kamu dokter baru ya?"
"iya, dok.. saya dokter baru. saya Talitha" tuturku sambil tersenyum dan berjabatan tangan dengan beliau
"oh, kamu Ita yang baru lulus dari Sydney ya?"
"iya, dok" kataku sambil mengangguk
"saya beberapa kali dengar dokter Tora ceritain kamu. katanya kamu punya niat yang kuat untuk jadi patolog oral ya.. ya sudah, selamat datang kembali di RSKM dan selamat bekerja ya. saya keluar dulu mencari dokter Tora" dr. Greta pun pergi keluar kantorku sambil tersenyum, beda sekali dengan wajahnya waktu pertama kali masuk kantorku tadi.
well, siapa yang tidak kenal dr.Greta? beliau udah jadi dosenku sejak aku masih kuliah di institut pendiri rumah sakit ini. aku pun mulai mem-flashback lagi, membayangkan betapa killer-nya dia dulu sampai aku yang sering telat masuk kelas pun jadi mulai disiplin sejak aku bertemu mata kuliah patologi klinik yang beliau ajarkan. aku tersenyum-senyum kecil mengingat masa-masa itu...
sambil membayangkan berbagai hal yang tidak mungkin dilupakan seiring perjalananku selama ini, aku mencri-cari papan namaku di laci meja kerjaku yang berwarna abu-abu, membersihkannya, dan mulai memasangnya di meja kerjaku. inilah dia.. sebuah papan nama terbuat dari plastik berwarna hitam dengan bingkai keemasan dan bertuliskan namaku dengan tinta emas pun terpasang sudah. papan itu bertuliskan "drg. Talitha Hidayanti Anas, Sp.PM (M.D.S.)"
............................................................................................
(to be continued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar